Manis Tak Selalu Berujung Manis
Indonesia memang kaya dengan khasanah budaya. Demikian juga
dengan ragam makanan tradisionalnya. Anda
bisa memilih cita rasa pedas, asin, gurih, asam atau pun yang manis. Dan untuk
urusan yang manis-manis tentu tak bisa lepas dari gula. Dan gula ini pun ada
banyak pilihan di pasaran. Dari segi bahan kita mengenal gula jawa yang terbuat
dari nira, dan gula pasir yang berasal dari pengolahan tebu. Dan belakangan ini
hadir gula rafinasi yang hasil impor. Memang negara kita yang super kaya dan
subur ini belum mampu swasembada gula. Bayangkan saja! Untuk tahun 2013 saja
diperkirakan Indonesia masih membutuhkan 2,8 juta ton gula rafinasi. Walau
begitu orangnya tetap manis-manis saja,......he,he,he.......
Masyarakat pun sempat dibuat heboh saat gula rafinasi mejeng di pasaran. Hal ini disebabkan kurangnya informasi terhadap masyarakat. Waktu itu memang ada impor gula rafinasi yang full siap pakai dan gula mentah yang harus melalui proses tambahan di dalam negeri sebelum siap dilepas ke pasaran. Singkatnya gula mentah ini merupakan bahan baku untuk industri gula dalam negeri. Masyarakat awam beranggapan bahwa semua gula impor harus diolah dulu sebelum siap dikonsumsi. Efek positifnya banyak konsumen yang kembali menggunakan warisan leluhur yaitu si gula jawa.
Gula jawa alias gula merah atau orang Jawa ada yang menyebutnya gula aren
adalah gula yang diolah secara tradisional. Bahan dasarnya adalah nira yang
disadap dari manggar (bunga kelapa) yang belum mekar. Tetes demi tetes nira di
tampung dalam wadah yang biasanya terbuat dari bambu yang dipotong pendek
(=bumbung). Setelah terkumpul banyak
(dari beberapa pohon), nira dipanaskan diatas tungku selama 6 jam. Baru setelah
itu siap dicetak menjadi gula.
Benar-benar alamikah gula jawa itu?
Jawabannya adalah “ya”, jika campuran yang digunakan masih
menganut resep warisan leluhur. Masalah proses dan peralatan boleh
diimprofisasi. Namun jawabannya menjadi “tidak” apabila ada campuran bahan
kimia berbahaya yang dilarutkan dalam nira sebelum diolah menjadi gula.
Pada umumnya proses pembuatan gula jawa adalah sebagai berikut:
1.
Nira yang disadap selama 6 sampai 12 jam
dikumpulkan, lalu disaring agar bersih.
2.
Selanjutnya nira yang sudah disaring dimasukkan
dalam wadah (panci atau wajan) dan direbus.
3.
Agar tingkat kekentalannya homogen, rebusan nira
ini harus diaduk terus –menerus.
4.
Pada tahapan ini biasanya ditambahkan ekstrak
akar nangka agar cepat menggumpal menjadi gula.
5.
Bila sudah kental, siap dituang ke dalam cetakan
yang terbuat dari tempurung kelapa, bambu atau cetakan lain yang lebih modern.
6.
Dinginkan.
Sebagai catatan tambahan ada juga yang menambahkan kapur
sirih dalam proses penjernihan nira.
Semakin sempitnya lahan terbuka yang terdesak oleh pemukiman
mengakibatkan semakin langkanya pohon nangka. Konsekuensinya produsen gula jawa
kesulitan mendapatkan akar nangka yang sangat berguna dalam proses penggumpalan
dan pengental gula. Beberapa produsen pun mengakalinya dengan bahan yang mudah
didapat. Pilihannya jatuh pada detergent!!
Mengapa detergent? Alasannya tentu bahan ini dianggap murah
dan mudah didapat. Bahkan bagi pembuat gula tradisional ini detergent mempunyai
fungsi ganda yaitu sebagai penjernih sekaligus pengental. Sayangnya mereka
tidak memahami efek yang ditimbulan dari pilihan ini.
Bahaya Detergent Bila
Termakan
Detergent
mengandung Surfaktan
anionic atau zwitterions yaitu
suatu zat yang memiliki gugus hidrofilik dan hidrofobik. Disebut anionik
lantaran surfaktan ini berdisosiasi dalam air dan melepaskan kation dan anion.
Sifatnya sedikit basa. Karena itu dia mudah mengangkat kotoran. Namun jika
tertelan dan larut dalam darah akan sangat berbahaya bagi tubuh. Surfaktan
anionic tidak dapat didegradasi di dalam tubuh. Dan setelah tersuspensi dalam
darah, DNA menjadi tak beraturan . Dan dalam kurun waktu 10 hingga 15 tahun
akan menjelma menjadi kanker yang sangat berbahaya. Saat ini kanker menjadi
penyakit mematikan nomor 2 di bawah jantung.
Beda Gula
Jawa Alami dan Terkontaminasi
Sekilas keduanya tampak sama. Apalagi kalau sudah dalam
kemasan. Tetapi ada dua hal yang membedakan keduanya. Yang pertama gula jawa
asli yang alami teksturnya agak lengket bila disentuh. Dan jika dibiarkan dalam
udara agak lembab agak lama akan mudan meleleh. Sementara yang terkontaminasi
tetap solid. Yang kedua, Gula jawa terkontaminasi surfaktan anionic akan sulit
dipatahkan karena sangat keras. Tetapi gula jawa alami lebih mudah dipatahkan.
Teliti
dan kehati-hatian adalah kunci untuk melindungi diri anda dan orang-orang yang
anda sayangi dari segala bahaya tersembunyi!
Komentar
Posting Komentar